Selasa, 10 Januari 2017

Masarakat Pandalungan Jember

Jember…
Kota kelahiran saya, kota masa SMA saya. Semula saya belum merasakan uniknya kota saya ini. Akan tetapi setelah saya merantau menuntut ilmu dan mempelajari sedikit tentang ilmu budaya, saya menyadari bahwa kota saya, kabupaten tempat saya tinggal unik sekali. Dimana uniknya?
Pertama kali saya datang ke Surabaya, banyak sekali teman baru saya yang menganggap bahwa saya adalah orang Madura. Saya terheran karena saya sendiri tidak bisa bahasa Madura sama sekali. Meraka mengira saya orang Madura dikarenakan logat berbicara saya persis seperti orang Madura.
Jember merupakan wilayah di Jawa Timur yang masyarakatnya mayoritas suku Jawa dan Madura. Akibat adanya fenomena tersebut, yaitu masyarakat Jawa dan Madura tinggal bersama dalam suatu wilayah, maka terjadi sebuah interaksi diantara keduanya.
Seperti yang kita tahu, bahwa terdapat 7 unsur budaya menurut Koentjaraningrat, akibat adanya interaksi kedua masyarakat tersebut melahirkan unsur unsur budaya baru. Bahkan merapah telah di sebut dengan masyarakat pandalungan. Ya berarti saya termasuk masyarakat pandalungan.
Unsur kebudayaan yang terlihat dari opengalan saya adalah bahasa. Banyak sekali bermunculan bahasa baru atau mungkin bahsa Jember-an. Misalnya,:

Mak taker
Torkop
Pacapa
Raakaah
Sengak kon
Cek adohee
Ku mlaku
Lon alon
Nang lun alun
Jok sampek
Sing nggenah
Mara
Koen
mayak


Bagi saya yang sejak kecil tinggal di salah satu desa Kabupaten Jember, bahasa itu tidak aneh sama sekali. Akan tetapi bahasa tersebut terasa aneh bagi msayarakat luar Jember, bahkan orang Madura asli pu menganggap bahasa tersebut juga aneh. Oleh karena itu Jember sering disebut dengan Madura swasta, karena bukan asli Madura, akan tetapi terdapat masyarakat yang menggunakan bahasa Madura.
Itu dari unsur budaya bahasa, belum yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar